Pages

Monday, June 21, 2010

Merayakan Hari Ayah di Twitter

Kemarin (20/6) ialah Father's Day. Mungkin agak aneh di Indonesia, karena kita hanya merayakan Hari Ibu. Itupun tanggalnya berbeda dengan Hari Ibu se-dunia. Di keluarga gw, tidak ada tradisi Hari Ayah atau Hari Ibu. Juga tidak ada tradisi masak pake kebaya di Hari Kartini. Mungkin juga tak hanya di keluarga gw. Keluarga lain pun rasa-rasanya jarang yang merayakan kedua hari spesial ini.

Tapi di Twitter, semalam, Indonesia kembali masuk Trending Topic berkat Hari Ayah ini.

Hashtag #tentangayah sempat bertengger di posisi lima, hingga kemudian turun ke posisi akhir. #tentangayah bersaing keras melawan hashtag-hashtag dari reality show IMB dan World Cup.

Entah siapa yang memelopori hashtag ini. Tapi yang jelas, bagi sebagian orang, hashtag ini membawa simpati tersendiri.

Nitta Nazyra C. Noer dalam accountnya @tigerlilybubu, bernostalgia tentang ayahnya, legenda seniman Indonesia, (alm.) Arifin C Noer. Putri aktris senior Jajang C Noer ini tampak larut dalam kenangannya.

Papa bilang adikku @marahlaut itu bagaikan ombak indah yg sejuk.
Kalo aku apa pa? Papa : Kamu ombak mematikan yg buat surfing. #tentangayah

Raditya Dika, blogger yang terkenal dengan bukunya, Kambing Jantan juga ikut menggunakan hashtag #tentangayah. Dalam accountnya, @radityadika, dia ikut menyumbangkan kisah ayahnya.

Ayah saya ke Jakarta dari Medan naik truk kopra tanpa uang. He made himself & menyekolahkan saya hingga saya bisa made myself. #tentangayah

Ayahnya, Joeslin Nasution kini menjabat ssebagai anggota Komisi Pertahanan di DPR.

Mo Brothers, duo sutradara film slasher Rumah Dara punya cerita yang lebih menegangkan dalam accountnya @TheMoBrothers.

td sore shooting 8 calibre Rifle & gun w/ Dad, now he is being operated by bro-in-law 2 remove a bullet logged within his hand #tentangayah

Saat mereka memposting tweet ini -juga tweet-tweet berikutnya- mereka baru saja menyaksikan telapak tangan ayah mereka secara tidak sengaja tertembus peluru. Di tweet berikutnya, mereka menggambarkan betapa tenangnya sang Ayah ketika peluru di tangannya dikeluarkan. Ayahnya nampak memperhatikan peluru di tangannya sambil tertawa ringan. Beberapa menit kemudian, ayahnya dilaporkan tengah asyik menyantap rawon setan.

Bagaimana dengan account gw, @rerreadysti?

#tentangayah Wkt kuliah suka bikin contekan dr kertas struk wartel, trs dijual ke temen2nya. Makanya ga prnh marah klo gw bikin contekan. Cm pesen, "Awas jgn ampe ketauan."

Menjelang UTS beberapa bulan lalu, gw dengan santainya sambil tengkurep di ruang tamu, asyik bikin contekan. Waktu nyokap lewat, dia agak kaget. Spontan dia bilang ke bokap.

"Ade bikin contekan, tuh!"

Kemudian dengan santainya bokap ke ruang tamu. Perhatiin gw yang lagi tengkurep di lantai sambil bikin contekan, kemudian mengeluarkan empat kata ajaib,

"Awas, jangan sampe ketauan."

Terus dia ngeloyor ke ruang makan.

Weird.


----------*****----------

Selamat Hari Ayah, Pap. I know i'm not a good girl. In a year, i only hug u once, on Eid. i only kiss u twice, on Eid and on your birthday. The thing is, you never know how much i want ur hug. You are my first love.

Thanks for every Monday morning, the time when we always discuss everything in ur car. My study, TV shows, or politics.

Ade sayang Papap :)

Thursday, June 17, 2010

Perkembangan dari Kasus "Birokrasi Busuk"

Masih ingat postingan gw soal mbak-mbak yang bilang "Birokrasi Busuk" di dua postingan kemaren? Akhirnya gw tahu siapa orangnya.

Waktu lagi berjibaku melawan impotennya wi-fi kampus, tiba-tiba gw dibisikin sama saksi kejadian "Birokrasi Busuk" itu.

"Lo mau tau yang mana orngnya? Tuh, yang itu."

Telunjuknya mengarah ke seorang cewek berjilbab (as i told u before), pake t-shirt garis-garis merah putih, udah siap dikerek di tiang bendera. Perutnya berlipet, tanda kurang fitness. Liat mukanya dari samping, agak item. Gw pikir kalo gw udah kenal orangnya, gw bakal kasih hadiah Tje Fuk pas ulang tahunnya.

Gw pengen liat mukanya. Gw pengen tahu kayak gimana muka orang yang udah dengan kejamnya bilang "Birokrasi Busuk" buat panitia seminar gw beberapa minggu yang lalu.

Iseng-iseng, gw lewat di depan dia.

Lalu gw liat muka dia.

Lalu gw sadar kalo dia ternyata temen satu kost gw di tempat kost yang lama.

Gw tahu banget. Itu emang bener dia.

Sebut saja namanya Mawar. Atau buat yang bener-bener kesel sama kelakuan dia, sebut saja dia Arnold, kependekan dari Raflesia Arnoldi.

Gw kenal dia sejak gw pertama kali jadi mahasiswa dan anak kost. Hari ketiga gw ngekost, kita ngobrol-ngobrol bareng di sebelah kamarnya. Walaupun dia cuma sebentar ngekost di situ, tapi gw sempet mengagumi mukanya yang (dulu) mirip Asmirandah.

Beneran, dulu dia mukanya kayak Asmirandah, arab-arab bule-bule nggak jelas gitu. Nggak tahu kenapa sekarang jadi item dan bergelambir begitu.

Mungkin kebanyakan nge-judge orang sembarangan kali.

----------*****----------

Sekarang gw udah tahu siapa orangnya. Ulang tahunnya nanti, gw mau ngasih dia Tje Fuk.

Wednesday, June 9, 2010

Kata Pacar, Saya Tak Bisa Jalan

Kemarin, saya belajar berjalan (lagi). Sounds odd. Tapi ini nyata.

Tidak, saya tidak dalam proses penyembuhan pasca-kecelakaan atau semacamnya. Saya hanya berjalan terlalu aneh -saya menyebutnya terlalu bersemangat- hingga tak jarang pakaian saya kotor terkena percikan tanah atau air yang saya injak.

Si pacar yang pertama kali menyadarkan saya. I never thought i did it wrong. I mean, hey, walking is the most essential thing for human. Saya melakukannya selama 20,5 tahun terakhir. Ternyata, saya berjalan tidak seperti orang lain.

Saya tidak cacat. Saya hanya berjalan terlalu serampangan.

Pelajaran berjalan saya dimulai dari kostan hingga kampus. Dia menunjukkan cara berjalan seperti "orang biasa". Dengan meluruskan kaki, meratakan permukaan bawahnya. Tanpa di angkat di salah satu ujungnya, baik tumit maupun jari kaki. Inilah permasalahannya. Setiap kali berjalan, saya mengangkat salah satu ujung kaki. Tidak, bahkan keduanya. Hasilnya, percikan tanah dan genangan air terciprat ke ujung sepatu hingga belakang betis.

Lalu saya harus berjalan seperti apa? Serdadu?

Tapi saya serius. Saya iri dengan orang-orang bersepatu rapi jali, klimis, dan kinclong. Tak peduli mereka berjalan di atas genangan air atau lumpur.

Kini saya harus belajar berjalan lagi. Entah seperti serdadu, atau seperti peragawati.

Anda mungkin telah belajar banyak hal, tapi sudahkah Anda becus untuk hal-hal paling mendasar?

Thursday, June 3, 2010

Surat Terbuka Kepada Mbak "Birokrasi Busuk" (Renungan Pasca Seminar Beswan Djarum Untirta)

Minggu lalu (26/5), gw dan Beswan Djarum Untirta mengadakan seminar penulisan naskah. Pembicaranya Sony SET (script-writer beberapa program Trans TV dan Trans 7) dan Desta "The Cash" (ex-Club '80s). Peminatnya membludak. Sangat membludak. Tapi gw nggak akan ngebahas soal acaranya.

Beberapa hari setelah acara, si pacar yang juga ikut jadi panitia event itu menceritakan sesuatu yang bikin gw kaget.

satu hari setelah event, dia ngobrol-ngobrol sama temennya soal event itu. Obrolan berjalan biasa. Lancar. Lumrah.

Temen: "Kemaren katanya Pak Sony mau bagiin materi presentasinya. Bisa gw ambil dimana ya?"

Pacar: "Nanti dikasih tau lagi deh teknisnya. Soalnya nggak mungkin juga kan kemaren Pak Sony ngelayanin satu-satu peserta seminar yang mau copy materi dari dia."

Di deket mereka ada seorang cewek berjilbab yang diam-diam ternyata nguping pembicaraan mereka. Tiba-tiba cewek itu melengos dan bilang,

"BIROKRASI BUSUK!!"
(sengaja, buat efek dramatis)

Pacar: "......................................." (bengong)

Ya Allaahu Rabbi, makan teri campur nasi....

-----***-----

Dear mbak Birokrasi Busuk, siapapun Anda dan dimanapun Anda,

Saya yakin Anda tidak pernah jadi panitia event. Atau mungkin jadi panitia event tapi cuma bagian ecek-ecek, seksi parkir motor, misalnya. Atau mungkin Anda anak kesayangan mama dan papa yang setiap pagi nangis kejer minta disetelin lagu "Bang-bing-bung-yok-kita-nabung" dari Titik Puspa dan Geovanny.

Maksud saya, pernahkah Anda belajar bekerja keras?

Membuat dan mempersiapkan sebuah event berskala besar yang bekerja sama dengan perusahaan nomor 1 di Indonesia, jelas bukan hal yang mudah.

Tapi jika Anda menggunakan kata "birokrasi", maka sesungguhnya arah tujuan Anda bukan kepada kinerja panitia, kan? Ya, bukan kepada "kinerja panitia" sebagai noun, tapi lebih kepada verb. Kata "birokrasi" memang sudah menjadi kata yang lumrah dijadikan gerutuan di Indonesia, terutama bagi kita (ya, kita. Anda dan kami -para panitia-) yang berada di lingkungan lembaga profesi atau pendidikan. Tapi mari kita renungkan sejenak, apa makna sebenarnya dari "birokrasi".

Menurut Peter M. Blau (2000:4), birokrasi adalah tipe organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis.

Jika Anda melontarkan frasa "Birokrasi Busuk", maka yang Anda maksudkan ialah susunan kinerja dan job-desc kami sebagai panitia tidak rapi, wangi, dandy, atau bahkan metrosexual.

Saya mengerti, mungkin Anda berpikir Anda hidup di negara yang birokrasinya kurang "klimis". Begitu juga dengan kampus Anda. Tapi, mbak berkerudung manis, mari kita gunakan rasionalitas berpikir kita untuk memecahkan persoalan ini.

Jumlah peserta seminar minggu lalu lebih dari 300 orang. Pak Sony menitipkan materi presentasi kepada saya, di laptop saya. Mari bayangkan seandainya Pak Sony atau saya melayani 300 orang yang ingin menyalin materi presentasi. Mari bayangkan pula apa yang akan dilakukan 300 orang dengan 300 flashdisk ke dalam sebuah laptop.

Anda sebagai wanita pasti tidak mau diperkosa bergiliran, bukan? Begitu pula laptop saya.

Kami percaya, kebenaran itu relatif. Begitu pula dengan kenyamanan. Kami mohon maaf jika kinerja kami sebagai panitia kurang sesuai dengan standar relativitas kenyamanan Anda. Mungkin kami yang harus bekerja lebih keras, atau Anda yang harus sedikit menunduk dan berendah hati.

Anyway, dulu saya pernah pakai jilbab. Tapi tak bertahan lama. Saya lepas jilbab saya karena saya sadar, saya belum baik dalam menjaga mulut.

Regards,
Renny Yulistia Adystiani
Sekretaris Panitia Seminar Beswan Djarum Untirta
"Be Part of The Experience"

Kenapa Kamu Print Aku - Slip ATM

Tadi siang gw ke ATM. Beberapa hari sebelumnya, gw juga ke ATM. Minggu lalu juga.

Dari setiap kunjungan gw ke ATM, ada satu hal yang nggak pernah berubah. Tumpukan sampah kertas slip ATM.

Di dalam box ATM sebuah bank berinisial M.A.N.D.I.R.I di kampus gw, ada keranjang sampah kecil di samping kanan mesin ATM. Isinya jelas, kertas slip ATM yang numpuk sampai keluar keranjang.

Satu hal yang bikin gw heran, kenapa kertas-kertas itu bisa ada di disitu? I mean, kenapa dibuang? Setiap kali kita menarik uang di ATM, di layar akan muncul pertanyaan "Cetak Resi?" Kalau kita pilih iya, maka slip akan keluar. Kalau tidak, tinggal tunggu uang dan kartu keluar.


Cuma ilustrasi dari Google. Sumpah demi lulus kuliah minggu depan, nama gw bukan Adi Surya Putra.

Agak menggelitik juga untuk tahu apa tujuan mereka -para pembuang slip- mencetak resi (atau slip, atau anything you like)? Untuk dilihat sepintas kemudian dibuang? Bukankah tanpa melihat nominal di slip, mereka bisa melihat sisa rekening melalui layar ATM?

Setiap kali gw ambil uang di ATM, gw pasti cetak resi. Tapi kemudian resi itu gw simpan di dompet untuk evaluasi budget mingguan (anjrit parah kayaknya gw salah jurusan). Jadi, resi-resi yang gw print itu akan jadi sampah di akhir minggu atau akhir bulan.

Kalau mau lebay dikit, mbok ya dipikir toh itu kertas asalnya dari mana. Hutan kuas di Kalimantan dibabat, pohonnya dikuliti, diproses jadi kertas-kertas yang Anda buang wahai Tuan dan Puan, lalu hilanglah payung bumi Indonesia, menambah gerutuan Anda di bawah panas terik jalan raya. Sekian.